perang merebut kemerdekaan
Gerakan pembersihan didalam daerah yang telah diduduki oleh Belanda berjalan tidak selancar seperti diperkirakan semula. Hambatan dan gangguan dan pihak pejuang-pejuang yang bertubi-tubi tidak memberi kesempatan pada tentara Belanda dan pemerintahan sipilnya yang disebut Recomba untuk dapat diam dan bersenang-senang. Dengan demikian Belanda terpaksa mengakui dan menyadari bahwa Jawa Timur belum dikuasai sepenuhnya.
Oleh
karena itu Belanda berkesimpulan bahwa harus ada aksi lanjutan untuk
dapat menguasai sisa daerah-daerah Karesidenan, agar dapat dikatakan,
bahwa seluruh daerah Jawa Timur sudah dapat diduduki. Hal semacam itu
berlaku dan terjadi pula bagi daerah-derah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan
lain-lain seperti di Sumatera dan sebagainya. Menaklukkan dan menduduki
pulau Madura terlebih dahulu dengan kekuatan besar-besaran (tidak
seimbang dengan kecilnya pulau Madura), merupakan strategi dan taktik
Belanda dan mereka memperkirakan, bahwa dalam tujuh harin saja seluruh
Madura dapat mereka kuasai.
Perkiraan
tersebut berdasarkan pada kondisi Madura yang tidak atau kurang
memungkinkan perang gerilya, karena daerahnya hampir semuanya datar,
sehingga mudah didatangi oleh pihak Belanda. Dan segi ekonomis, alamnya
minus, basil buminya hanya cukup dimakan oleh penduduk selama empat
bulan.
Tentara Belanda yang
berkedudukan di Jawa Timur adalah Divisi I berada di Surabaya, yang
didampingi oleh Van der Plas, seorang Islamolog yang pandai berbahasa
Madura dan pernah menjabat Gubemur Jawa Timur dalam zaman penjajahan. Ia
berusaha mendekati/mengambil hati rakyat Madura umumnya, para Ulama,
Kyai dengan pesantrennya pada khususnya.
Dalam
kenyataannya, rakyat Madura yang bersatu kompak dengan Tentara Keamanan
Rakyat, Kelasykaran, Kepolisian, Mobbrig, dan ALRI menyuguhkan
perlawanan yang gilang-gemilang, sehingga waktu tujuh hari jauh
terlampaui dan barun setelah tiga bulan dengan susah payah akhirnya
Belanda mencapai hasil dapat mcnguasai/menaklukkan Madura seluruhnya.
Kondisi Pertahanan
Sebelum
terjadinya Aksi Militer Belanda I (Clash I) pulau Madura dipertahankan
oleh satu Resimen dengan enam Batalyon Tentara Nasional Indonesia
ditambah dengan Badan-badan Kelasyakaran Perjuangan, dan rakyat
jelatapun ikut serta di dalamnya termasuk para Kyai dan kaum wanita yang
lazim disebut Perjuangan Rakyat Semesta.
Pulau
Madura dibagi menjadi 4 Sektor, yaitu: Sektor I Madura Barat, meliputi
daerah Bangkalan yang dipimpin oleh Mayor Hanafi dan Mayor Azis. Sektor
II meliputi daerah Sampang/daerah Waru, yang dipimpin oleh Mayor R.
Cokrodirejo. Sektor III meliputi daerah Pamekasan, dipimpin oleh Mayor
Sulaiman, dan Sektor IV meliputi daerah Sumenep yang dipimpin oleh Mayor
M. Abdul Majid.
Kemudian sewaktu
Clash I dimulai, atas perintah Komandan Resimen 35/Komandan Sub
Territorial, pimpinan Sektor III dialihkan kepada mayor R.S.
Mangkudiningrat, berhubung dengan kesehatan Mayor Sulaiman tidak
mengizinkan.
Seluruh Madura dalam
hal itu berada di bawah pimpinan Tentara Keamanan Rakyat Tentara
Nasional Indonesia dengan Letnan Kolonel Chandra Hassan sebagai Komandan
Resimen 35, Sub Territorial Madura. Pertahanan Tentara Keamanan
Rakyat Tentara Nasional Indonesia di masa Republik Indonesia, bila
dibandingkan dengan pada waktu penjajahan Belanda dan Jepang memang jauh
berbeda baik dalam hal persenjataan maupun dalam hal
perlengkapan-perlengkapan lainnya. Setiap Batalyon hanya bersenjatakan
lebih kurang 30 senapan, 4 senapan mesin/mitraliur yang sudah tua dan
sering macect. Diantara Batalyon-batalyon tersebut ada yang mempunyai
mortir (tidak lengkap) dan watermantel.
Perlu
disebutkan pula bahwa masa-masa menjelang Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, secara diam-diam Jepang membuang semua senjata dan
kelima Daidan/Batalyon PETA ke dalam laut selat Madura, setelah secara
halus 5 Daidan/Batalyon PETA tersebut dibubarkan.
Selain
itu masyarakat umum sudah maklum bahwa setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia perlengkapan keperluan ketentaraan harus direbut dan
tentara Jepang yang temyata mendapatkan perlawanan dan pihak Jepang.
Perlu diketahui bahwa dalam keadaan yang serba kurang dan kesibukan
penyusunan organisasi termasuk pencarian dan pengusahaan tambahan
kelengkapan senjata, tentara Republik Indonesia dihadapkan kepada
situasi yang sulit dalam menghadapi pihak Belanda yang mengekor tentara
Sekutu mendarat di belakangnya.
Sektor I, Madura Barat (Daerah Kabupaten Bangkalan)
Susunan dan kekuatan Resimen Asmoroyudo pada akhir tahun 1946, sebelum dilancarkan Clash I oleh Belanda, Resirnen V tersebut terdiri dan 4 Batalyon:
–
Batalyon Imbran, lokasi di Kamal – Batuporon – Batalyon Azis, lokasi
di Sukolilo – Kwanyar – Batalyon Warsito, lokasi di Sampang dan
sekitarnya – Batalyon Hanafi, lokasi di Bangkalan – Arosbaya –
Tanjungbumi.
Dalam rangka
reorganisasi Tentara Rakyat Indonesia keseluruhan berdasarkan perintah
Panglima Divisi Narotama, Resimen V tersebut harus dilebur dan
dilikwidasi untuk digabung dengan Reisimen VI, sehingga terbentuk
Resimen 35 dibawah pimpinan Letnan Kolonel Chandra Hassan yang bermarkas
di Pamekasan.
Kekuatan Resimen V
dibawah pimpinan Letnan Kolonel Asmoroyudo, mempunyai persenjataaan
keseluruhannya hanya sebesar I Batalyon ditambah battery porn-porn 20 mm
dan dua pucuk senapan mesin 12,7 mm.
Inti
kekuatan Resimen tersebut bertumpu pada Batalyon Hanafi yang mempunyai
persenjataan sebagai berikut: 4 Senapan mesin hotchkiss (air cooling), 4
Senapan rnesin colt (water cooling), 3 Mortir8lmm, 4 Senapan mesin
Hamburg (Belgie), 300 pucuk senapan Jepang ,25 pucuk pistol.
Batalyon-batalyon yang lain tidak riil, misalnya Batalyon Azis,
persenjataannya I berbanding 30, Batalyon Imbran lebih kurang lagi.
Sebelum Menghadapi Serangan Diadakan Her-Dislokasi
Pada
bukan Pebruari 1947, tentara Belanda mendarat d Kamal dan melakukan
penembakan terhadap Markas Tentara Nasional Indonesia di tempat itu.
Dalam
pertempuran dengan Belanda gugur pula Letnan Ahdulllah. Sejak gugurnya
Letnan Satu Ramli, Letnan Singosatro dan Letnan Abdullah maka pertahan
Kamal menjadi sangat lemah. Sejak saat itu Batalyon Imbran bubar dan
daerah Batuporron – Kanial – Tanjung Piring diambil alih pertahanannya
oleh Batalyon Hanafi (disebut batalyon I Resimen 35). Dengan bubarnya Batalyon Imbran, maka batalyon I Resimen 35 mengadakan Her-dislokasi
Kompi Fatah mempertahankan dacerah Batuporron-Kamal-Tanjung Piring-Binaju, Kompi Hamid berlokasi di Arosbaya-Klampis-Tanjungbumi,
Seksi
Penangkis serangan udara terdiri dua pucuk porn-porn dan dua pucuk
senapan mesin 12,7 mm ditempatkan di Pedeng dengan tugas menangkis
serangan udara musuh dan mengawasi jalan Kamal-Telang-Bangkalan.
Battery tersebut dipimpim oleh Letnan Dua Jamaluddin, bekas tentara artileri (Taihoo Heihoo di Surabaya).
jangan lupa kunjungi website ini
www.portalmadura.com
www.smkn2pamekasan.sch.id